Here I am

Di sinilah sekarang saya berada. Di dunia pasca kampus. Dunia orang-orang dewasa. Dunia kerja…kerja…dan kerja. Disengaja atau tidak, mau tak mau saya akui banyak perubahan drastis yang terjadi pada hidup saya. Mulai dari hal-hal fisik, seperti penampilan, sampai ke hal-hal yang lebih abstrak, seperti pola pikir dan kebiasaan.

Manusia, dalam setiap fase hidupnya akan mengalami perubahan. Saya yakin ada banyak orang yang telah lebih dulu atau bahkan bersama-sama dengan saya, dan bahkan menyusul kemudian, mengalami perubahan-perubahan tersebut. Sebagai lulusan universitas orang-orang clever, saya akui, perubahan-perubahan tersebut sangat terasa sekali, baik terasa mendebarkan dan membangkitkan semangat, maupun terasa menyakitkan karena merobek-robek idealisme atau…bahkan kombinasi dua rasa tersebut *kalau begini, jadi semakin sulit didefinisikan..haha…:D*

Secara fisik, memasuki dunia pasca kampus bagi kaum hawa berarti bersiap mengalami perubahan pada cara berpenampilan. Hmm…mengapa bisa begitu ya? Dugaan saya, faktor lingkungan (teman-teman, tuntutan profesi, dll) punya andil cukup besar di sini. Selain, tentunya, adanya keinginan untuk berubah dari dalam individu itu sendiri. Contoh paling dekat, ya … saya sendiri. Teman-teman dekat saya semasa kuliah tentu sangat tahu bagaimana penampilan saya sewaktu kuliah. Boro-boro menggunakan blush on, eye shadow, lipstick, lipgloss, lipbalm, atau apalah itu…pakai bedak saja, sudah sebuah prestasi yang patut diacungi jempol :p. Hahaha…:D Tapi, ketika memasuki dunia kerja, oo..ow.. saya, entah mengapa, merasa teramat sangat dikucilkan jika tetap keukeuh pada gaya semasa kuliah saya :p.

Yang lebih mencengangkan adalah tentang sepatu. Ohow…! Saya dulu adalah pengguna setia sepatu teplek. Tapiiiiiiiiiiii…begitu masuk ke dunia kerja. Huff…salah satu aturan penampilan yang saya temui untuk seorang bankir wanita, conventionally, adalah mengenakan sepatu hitam hak tinggi (antara 5-7 cm) >_<. Pada awalnya, saya coba menggunakan sepatu dengan hak 3 cm. Huff…ini saja sudah terasa berat, tapi memang benar pepatah “alah bisa karena biasa”. Lama-kelamaan saya terbiasa juga dan bahkan tertantang mencoba hak yang lebih tinggi lagi. Tak tanggung-tanggung, langsung saya beli sepatu dengan hak yang berukuran 7 cm. Wak waw!! Saat pertama kali memakainya, duh…>_<, berasa tinggi banget. Alhasil, ya musti pelan-pelan saat berjalan. Tapi setelah lewat beberapa hari, percayakah Anda, saya berani melompat dari atas bus menggunakan sepatu tersebut. Bahkan…berlari -_____-“. Sekarang…? Saya tidak menyangka bisa sangat terbiasa menggunakan sepatu yang dulu sangat saya hindari 😀 :D.

Hal lain yang menarik adalah mengenai tas. Dari jaman TK sampai kuliah, saya hanya mengenal satu jenis tas yang nyaman dan pantas saya kenakan ke mana saja.Tas ransel, yup…^^. Sampai sekarang pun masih seperti itu. Bukannya saya tidak mengenal tas tenteng yang sering dikenakan para gadis seusia saya, sejak sma, saya sudah tahu itu. Hanya, tak pernah terpikir suatu saat saya akan mengenakannya. Saat datang pada wawancara kerja dengan user pun, tas yang saya kenakan masih tas ransel harga 150rb-an. Sementara itu, rekan-rekan saingan saya *yah, mau tak mau memang bersaing sih…:p* yang perempuan, tentunya, tampil cantik dan feminim dengan tas tenteng mereka. Ooh, mereka sangat memesona. Itu yang ada dalam pikiran saya. Ketika saya memandang penampilan saya hari itu, huff…, jomplang kali yaaa…hahaha…=)). Meskipun, beberapa bulan sesudahnya saya berpikir untuk menarik kembali pendapat saya tentang penampilan pada hari itu. Karena ternyata teman kuliah saya yang juga diterima sebagai trainee di bank saingan kami, sampai detik terakhir saat bertemu, masih menggunakan ransel dan sepatu yang jauh lebih teplek dari sepatu hak 3 cm saya. Hahahaha…=)).

Dan sekarang, kemana-mana tas tenteng cewek inilah yang saya kenakan -______-“. Heu…kok bisa yaaa? Herannya, saya yang cenderung tak peduli, menjadi sadar dan ngeh sepenuhnya tentang mode-mode tas wanita. Tak hanya mode, kualitas jadi perhatian. Bahkan harga. Ah, bagaimana bisa seperti itu ya? Mungkin karena lingkungan juga yaa… Ren, tas merk ini lagi diskon lho. Harganya cuma *tuuuuut*. Hm, jujur ya, saya tak mengenal merk-merk yang teman saya sebut itu. Yah, saya sampai saat ini saya cuma mengangguk-angguk saja. Oh, gitu… oh, ya? Wow, keren tuh. Hihi…padahal, sama sekali saya tak mengerti. Yang saya pahami hanya satu, yaitu bahwa harga ga pernah bohong :p.

Itu baru perubahan-perubahan secara fisik yang saya alami. Perubahan di sisi lain juga masih banyak sekali, contohnya topik bicara di waktu senggang. Entah mengapa yang paling populer berputar di sekitar pernikahan -____-“. Bedanya, kalau dulu, meski sering jadi obrolan, hal seperti itu masih terasa amat sangat jauuuuh sekali. Ah, tak mungkinlah. Masih jauh sekali itu. TA aja belum kelar. Gelar belum di tangan. Kerja masih jadi angan-angan. Mana mungkinlah. Begitu kira-kira yang saya pikir. Tapi, kini…rasanya semakin dekat. Mungkin angan-angan, tapi seperti udara…tak terlihat, namun terasa sehingga kita yakin hal itu ada.

Topik obrolan terkadang lebih dari itu, bahkan. Topik seputar suami/istri, anak, mertua, ipar, dan lain-lain jadi sering mampir ke telinga saya. Hmm…apakah mungkin saya bisa jadi lebih tua dan dewasa karena keseringan mendengarkan topik-topik obrolan macam itu ya? Hahaha…=)).

Sejujurnya, saya merindukan masa-masa “muda” saya. Masa-masa bicara tentang idealisme, persahabatan, cinta “monyet”, impian-impian di masa yang akan datang, dan harapan-harapan. Namun, bukan berarti saya ingin melempar diri ke masa lalu. Tidak. Bukan itu. Sebab justru masa-masa mendewasa inilah yang telah lama saya nanti. Masa-masa mewujudkan apa yang menjadi idealisme, membuktikan arti dari persahabatan, mewujudkan cinta “monyet” jadi cinta sejati ;p, dan masa-masa terbaik untuk merealisasikan mimpi dan harapan. Yah, Di sinilah sekarang saya berada. =)

Bagaimana bisa dia?

Dia…muncul dalam hidupku. Tak pernah kuduga sebelumnya. Menarikku dengan magnetnya. Membuatku terpesona dengan gayanya.

Caranya memandangku, caranya tersenyum, tertawa, berkelakar…membuatku merasa segalanya.

Aku tak tahu bagaimana bisa dia. Yang membuat hati ini yakin pada kata pertama, sebelum bertemu, sebelum saling menyapa.

Bagaimana bisa dia??
Bagaimana bisa dia???
Bagaimana bisa dia????

Bagaimanapun semoga menjadi yang pertama, terakhir, dan selamanya.

Semoga Dia memudahkan prosesnya. Semoga Dia menyegerakan waktunya.

Aamiin…=)

Tuhan, aku cukup tau diri

Tuhan, aku cukup tau diri. siapalah aku ini. aku tidak akan membangun harapan yang terlampau tinggi karena tau itu pasti hanya mimpi. aku tidak mau terbangun dalam kondisi sesak di hati. lagi-lagi seperti yang sudah-sudah terjadi.

aku akan berdiri dengan kaki sendiri sampai kapan pun. begitulah hidup, harus dijalani dengan penuh perjuangan. bukan dengan kecengengan dan keluhan-keluhan.

Tuhan, tariklah apa-apa yang tidak berhak aku miliki sekarang sebelum semuanya menjadi terlalu dekat. aku tidak mau merasa takut kehilangan apa yang tidak pernah aku miliki.

Tuhan, Engkau tau…aku lemah, amat sangat lemah. Aku mohon jangan Engkau timpakan padaku cobaan yang tidak sanggup aku menahannya.

Amiin =)

Ditulis dalam Uncategorized. 1 Comment »